Minggu, 06 Oktober 2013

Pesan-pesan Akil Mochtar untuk Pejabat Negara

AKIL MOCHTAR: “…JIKA SAYA ORANGNYA TIDAK BAIK, PASTINYA SAYA TIDAK AKAN BERADA DI JL. MEDAN MERDEKA BARAT (GEDUNG MK) INI. SAYA AKAN BERADA DI KUNINGAN, DI TAHANAN KPK,”

“TERHADAP SESAMA MANUSIA, MUNGKIN SEMUA ORANG, TERMASUK SAYA BISA MEMBUNGKUS KEMUNAFIKAN KEDALAM SEBUAH KEMASAN YANG SANGAT LUGU. TETAPI KEPADA ALLAH, SIAPAPUN TIDAK BISA BERBOHONG. MENJADI HAKIM KONSTITUSI ADALAH SEBUAH PILIHAN BAGI SAYA. KALAU HANYA MENCARI ENAK, SEUMUR HIDUP SAYA PASTI PILIH MENJADI ANGGOTA DPR”

Pada tahun 2008, bersamaan dengan dibukanya pendaftaran calon hakim konstitusi, Akil Mochtar ikut mendaftar. Dia tertarik masuk MK karena MK sebagai lembaga independen dianggapnya akan cukup memberikannya kebebasan berpikir. Hal tersebut tampak dari pandangannya tentang MK di berbagai media ketika itu. Di situ Akil mengatakan bahwa keputusan MK tidak boleh lahir karena tekanan atau intervensi dari pihak manapun termasuk opini publik. Tetapi harus atas dasar sumpah dan pertanggungjawaban kepada Tuhan.
“KALAU SAYA LULUS DALAM FIT AND PROPER TEST INI, MAKA SAYA TIDAK AKAN PERNAH TUNDUK PADA INTERVENSI PIHAK MANAPUN, TERMASUK TEKANAN/OPINI PUBLIK,”  ujarnya dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon hakim konstitusi di Gedung DPR/MPR, Rabu (12/3/2008).
Penegasan itu dikatakan Akil karena pada masa datang, beban perkara yang akan dihadapi MK menurutnya bisa jadi semakin berat seiring meningkatnya kekritisan masyarakat. Akil mengumpamakan perkara berat yang akan dihadapi MK nanti itu adalah penyelesaian perkara antarlembaga pemerintah, bahkan impeachment terhadap presiden, sekalipun hal itu mungkin tidak terjadi. Kedua perkara itu menurut Akil jauh lebih berat daripada penyelesaian sengketa Pemilu.
Karena itu MK harus independen, akurat menempatkan peraturan dan perundang-undangan untuk kasus itu, dan tidak boleh terpengaruh oleh kekuatan manapun. Kalau ternyata keputusan MK itu lahir atas dasar tekanan, maka hakim konstitusi yang ada di MK menurutnya patut diberhentikan. Hakim konstitusi juga harus bisa melepaskan dirinya dari profesi yang melekat pada dirinya sebelum menjadi hakim konstitusi.
“Saya dari Partai Golkar. Tapi begitu saya menjadi hakim konstitusi, saya harus berhenti dari keanggotaan partai. Begitu perintah undang-undang. SESUAI SUMPAH DAN TANGGUNGJAWAB KEPADA ALLAH SWT, SAYA TIDAK AKAN PERNAH MEMBERIKAN KEISTIMEWAAN KEPADA PARTAI MANAPUN JIKA SUATU SAAT BERURUSAN DENGAN MK,” tegas Akil saat test and proper test menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR dari F-PAN Patrialis Akbar, bahwa jika Akil lolos sebagai hakim konstitusi, Golkar diuntungkan satu langkah.
Akil menegaskan, dirinya tidak ingin lolos karena pertemanan dengan anggota Komisi III DPR. “Saya tak ingin karena pertemanan. Kalau saya dianggap layak silakan. Tapi jangan loloskan saya jika dianggap tidak kompeten,” ujar Akil.
“TERHADAP SESAMA MANUSIA, MUNGKIN SEMUA ORANG, TERMASUK SAYA BISA MEMBUNGKUS KEMUNAFIKAN KE DALAM SEBUAH KEMASAN YANG SANGAT LUGU. TETAPI KEPADA ALLAH, SIAPAPUN TIDAK BISA BERBOHONG. MENJADI HAKIM KONSTITUSI ADALAH SEBUAH PILIHAN BAGI SAYA. KALAU HANYA MENCARI ENAK, SEUMUR HIDUP SAYA PASTI PILIH MENJADI ANGGOTA DPR,” tutur Akil lagi. Setelah menjalani fit and proper test di DPR, Akil akhirnya diterima menjadi hakim di MK bersama delapan orang lainnya untuk periode 2008-2013.
Sebagai hakim konstitusi, Akil bertekad menjadikan MK sebagai lembaga yang bersih dan berperan dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Menurutnya, MK berperan penting menciptakan keseimbangan dalam kehidupan berdemokrasi, sesuai kewenangannya, yang nantinya diharapkan bisa berdampak bagi kehidupan lebih baik bagi bangsa Indonesia. “Dengan peran yang dimiliki MK ditambah pekerjaan kami sebagai hakim konstitusi yang tidak bisa ditekan atau dipengaruhi, maka MK sebagai lembaga baru yang punya kewenangan dalam peradilan ketatanegaraan, bisa menjadi desain peradilan modern dan contoh bagi pengembangan kekuasaan yudikatif di luar MK,” jelasnya.
Akil mengakui saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi MK. “Demokrasi kita belum mencapai tataran demokrasi yang ideal sehingga masih banyak pemahaman masyarakat mengenai MK yang salah. Itu tantangan bagi MK untuk terus melakukan sosialisasi dan aktualisasi melalui kewenangan-kewenangannya,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua penyelenggara negara mengerti kewenangan MK, misalnya bisa membatalkan UU. MK juga berperan mengontrol dan mengawal konstitusi, apakah dijalankan atau tidak oleh semua penyelenggara negara maupun warga negara. “Semua yang dilakukan di negara ini kan harus berpedoman pada konstitusi. Jika ada yang menyimpang, MK yang mengontrolnya melalui kewenangan yang ada. Namun hal ini nggak semua orang paham,” katanya. Karenanya, lanjut Akil, hal itu bisa menimbulkan goncangan bagi MK. “Akan banyak usaha orang untuk menghancurkan MK. Orang akan melakukan tekanan politik. Kalau tidak bisa secara politik, maka dengan uang, menyogok hakim atau pegawai MK. Ini seharusnya tidak boleh terjadi,” jelasnya.
Akil lebih lanjut mengatakan, peradilan dan proses hukum di MK seharusnya bisa dijaga dan harus steril dari segala hal yang tidak benar, misalnya suap atau sogok. “Keputusan MK itu kan sifatnya final. Tidak ada upaya hukum sesudahnya. BAYANGKAN JIKA KEPUTUSAN HAKIM YANG FINAL DAN MENGIKAT ITU LAHIR DARI PROSES SOGOK ATAU SUAP. BISA HANCUR NEGARA INI,” tuturnya, seperti dikutip dalam situs tokohindonesia.com.
Akil Mochtar pernah memberikan ide terobosan dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, koruptor perlu diberi hukuman kombinasi antara pemiskinan dan potong salah satu jari tangan. Ide tersebut dilontarkan Akil karena banyak kasus korupsi. Ia beranggapan, penjara dan bayar denda dianggap tak memberikan efek jera kepada koruptor. “INI IDE SAYA, DIBANDING DIHUKUM MATI. LEBIH BAIK DIKOMBINASI PEMISKINAN DAN MEMOTONG SALAH SATU JARI TANGAN KORUPTOR SAJA CUKUP,” kata Akil Mochtar, 12 Maret 2012. Ide tersebut dilontarkan kala Akil menjabat juru bicara Mahkamah Konstitusi.
Selama beberapa tahun duduk di MK, Akil sempat beberapa kali mendapat tudingan miring. Misalnya saat praktisi hukum yang juga mantan staf MK, Refly Harun menuding Akil Mochtar telah menerima suap terkait perkara uji materi yang diajukan calon Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih. Namun belakangan, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyimpulkan tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan Akil Mochtar dalam kasus tersebut.
Akil juga sempat dituding terlibat korupsi sepanjang 2003-2004 dalam kasus pemekaran daerah di Kalimantan Barat. Namun, seperti dugaan miring kasus suap calon bupati Simalungun yang sudah terbantahkan, tudingan yang kedua ini juga terpatahkan. Wakil Jaksa Agung Darmono yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mengatakan, kasus dugaan korupsi itu tidak terbukti hingga saat dirinya meletakkan jabatan Kejati Kalbar. “Untuk Kalbar kaitan masalah dulu ada pemekaran wilayah, ada dana yang diduga mengalir Pak Akil waktu itu kasusnya tahun 2003-2004. Penyelidikan dengan data-data yang ada, sampai saya tinggal Kalbar, tidak ada bukti korupsi,” papar Darmono di Istana Bogor, Rabu (22/12/2010).
Selain dua tudingan langsung tersebut, masih ada serangan-serangan tersembunyi lain yang dihadapi Akil setelah duduk di MK, seperti tudingan yang disampaikan pihak-pihak melalui sms kepada koleganya di MK. Namun mendapat serangan-serangan pribadi seperti itu, Akil menanggapinya dengan santai. Ia mengaku sudah biasa mendapat serangan seperti itu sejak lama, sejak zaman Orde Baru. “Kita lihat saja, akhir pusaran ini. Saya sudah terbiasa dengan semua ini,” kata Akil.
Ia mengatakan, orang sering salah menilainya secara pribadi. “Mungkin karena orang melihat saya mantan politisi, mantan anggota DPR yang flamboyan. TAPI JIKA SAYA ORANGNYA TIDAK BAIK, PASTINYA SAYA TIDAK AKAN BERADA DI JL. MEDAN MERDEKA BARAT (GEDUNG MK) INI. SAYA AKAN BERADA DI KUNINGAN, DI TAHANAN KPK,” ujarnya.
Meski berbagai tudingan negatif dialamatkan kepadanya, Akil tetap dipercaya dan ditunjuk menjadi pengawas atau pengawal penyelesaian kasus pembuatan surat palsu Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I yang melibatkan mantan hakim MK Arsyad Sanusi, mantan anggota KPU Andi Nurpati, calon anggota legislatif Partai Hanura Dewi Yasin Limpo, dan mantan staf MK, Masyuri Hasan.
Lain di mulut lain pula tindakan, kini Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah ditetapkan sebagai tersangkah. Ia ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Akil ditangkap penyidik KPK yang dipimpin Novel Baswesdan sekitar pukul 21.00 WIB, Rabu 2 Oktober 2013, di rumah jabatannya di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan. Akil ditangkap saat sedang bersama anggota Komisi VIII DPR bernama Chairun Nisa dari Fraksi Partai Golkar daerah pemilihan Kalimantan Tengah.
Akil yang juga mantan anggota DPR Fraksi Golkar ini ditangkap karena terbukti menerima suap. Dalam OTT tersebut, tim KPK menangkap Akil beserta empat orang lainnya. Penangkapan ini terkait sengketa pilkada di sebuah kabupaten di Kalimantan Tengah, Kabupaten Gunung Mas.
Bukan kali ini saja Akil Mochtar tersangkut dugaan suap. Pada 2006 silam, saat masih berstatus anggota DPR di Komisi III, Akil pernah diduga menerima suap sekira Rp680 juta. Hasil penelusuran, suap itu diduga menjadi bagian dari penyimpangan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2004 Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sebesar Rp4,8 miliar.
Kasus bermula dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil investigasi tiga lembaga swadaya Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan dana bantuan penunjang otonomi daerah Rp4,85 miliar yang diterima anggota DPRD, termasuk untuk Akil. Namun saat itu Akil membantahnya.
Selain itu Akil Mochtar, juga pernah dituduh menerima suap dalam kasus sengketa pemilihan kepala daerah tiga tahun silam. Waktu itu, pengacara bupati Simalungun, Refly Harun dan Maheswara Prabandono, mengatakan, hakim MK yang menangani kasus gugatan kliennya minta Rp 1 miliar. Akil, yang waktu itu menjadi hakim kasus gugatan terhadap bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih, melaporkannya ke KPK. Pengusutan terhadap kasus dugaan suap itu dihentikan karena tidak ada bukti. [KbrNet/Slm]

“….JIKA SAYA ORANGNYA TIDAK BAIK, PASTINYA SAYA TIDAK AKAN BERADA DI JL. MEDAN MERDEKA BARAT (GEDUNG MK) INI. SAYA AKAN BERADA DI KUNINGAN, DI TAHANAN KPK…”


| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...